Sabtu, 12 Oktober 2013

Sejarah Islam


Makalah:
SEJARAH ISLAM REGIONAL
SEJARAH BERDIRINYA KERAJAAN ISLAM INDONESIA



 







OLEH:
HARDANIA
10030101012
DAKWAH/ KPI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SULTAN QAIMUDDIN KENDARI
2013




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
          Masuknya Islam di Indonesia tidak terlepas dari peran pedagang muslim yang melakukan perdagangan di Indonesia yang kemudian berinteraksi dengan penduduk Indonesia. Letak Indonesia yang strategis juga merupakan salah satu faktor yang mendukung masuknya Islam di Indonesia. Selat Malaka merupaan salah satu dari jalur perdagangan merupakan pusat utama lalulintas perdagangan dan pelayaran yang dilalui oleh para pedagang- pedagang Arab, Persia dan India. Melalui Malaka, hasil hutan dan rempah- rempah dari seluruh pelosok Nusantara dibawa ke Cina dan India terutama Gujarat. Masuknya Islam ke daerah- daerah di Indonesia tidak dalam dalam waktu yang bersamaan. Daerah yang lebih dulu menikmati indahnya Islam ialah daerah Sumatera, yangmana hal ini dapat di ketahui karena bila dilihat dari letaknya yang strategis yang menjadi jalur lalulintas perdagangan.
          Diawal masuknya Islam di Indonesia, penduduk muslim belum memiliki kekuasaan politik, tetapi saat itu hanya berupa pemukiman- pemukiman yang ditinggali oleh pedagang muslim maupun pedagang muslim yang telah menikah dengan warga tempatnya berdagang. Sampai kemudian, menjelang abad ke- 13 Islam berkembang dan memiliki kekuasaan politik dalam bentuk kerajaan- kerajaan Islam.
B.     Rumusan Masalah
          Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu:
1.      Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Samudra Pasai?
2.      Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Aceh?
3.      Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Demak?
4.      Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Mataram?
5.      Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Makassar?
6.      Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Ternate dan kerajaan Tidore?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan ini terletak di Pesisir Timur Laut Aceh. Kemunculannya sebagai kerajaan islam diperkirakan pada abad 13 M, sebagai hasil dari proses islamisasi daerah- daerah –pantai yang pernah disinggahi pedagang- pedagang muslim sejak abad ke 7M. Bukti berdirinya kerajaan Samudra Pasai pada abad ke 13 M itu didukung oleh adanya nisan kubur terbuat dari granit asal samudra pasai. Dari nisan itu dapat diketahui bahwa raja pertama pada kerajaan itu meninggal pada bulan Ramadhan tahun 696 H yang diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M. Malik Al- Saleh raja pertama itu merupakan pendiri kerajaan tersebut. Hal ini diketahui melalui tradisi Hikayat Raja- Raja Pasai, Hikayat Melayu, dan juga hasil penelitian atas beberapa sumber yang dilakukan sarjana- sarjana barat, khususnya para sarjana Belanda.
Dalam Hikayat Raja- raja pasai disebutkan gelar Malik As- Saleh sebelum menjadi raja adalah Merah Sile atau Merah Selu. Ia masuk islam berkat pertemuannya dengan Syaikh Ismail, seorang utusan Syarif Mekah, yang kemudian memberinya gelar Sultan Malik Al- Saleh. Nisan kubur itu di dapatkan di Gampong Samudra bekas kerajaan samudra pasai. Dari hikayat itu terdapat petunjuk bahwa tempat pertama sebagai pusat kerajaan Samudra Pasai adalah muara sungai peusangan, sebuah sungai yang cukup panjang  dan lebar di sepanjang jalur panti yang memudahkan perahu- perahu dan kapal- kapal mengayuhkan dayungnya kepedalaman dan sebaliknya.
Pendapat bahwa Islam sudah berkembang disana sejak awal abad ke 13 M, didukung oleh berita Cina dan pendapat Ibn Batutah, seorang pengembara asal Maroko yang pada pertengahan abad ke 14M (746H/1345) mengunjungi Samudra Pasai dalam perjalanannya dari Delhi ke Cina. Menurut sumber- sumber Cina, pada awal tahun 1282 M kerajaan kecil sa-mu-ta-la( samudra) mengirim kepda raja Cina duta- duta yang disebut dengan nama- nama muslim yaitu Husein dan Sulaiman. Berdasarkan beritanya kerajaan Samudra Pasai ketika itu merupakan pusat studi agama Islam dan tempat berkumpul ulama- ulama dari berbagai negeri Islam untuk berdiskusi berbagai masalah keaamaan dan keduniaan.
Dalam kehidupan perekonomiannya berbasis pada perdagangan dan pelayaran. Pengawasan terhadap perdagangan dan pelayaran itu merupakan itu merupakan sendi- sendi kekuasaan yang memungkinkan kerajaan yang memperoleh penghasilan dan pajak besar. Tom Pires menceritakan, di Pasai ada mata uang dirham. Dikatakan bahwa barang- barang dari Barat dikenakan pajak sebesar 6%.  Ditinjau dari segi geografis dan sosial ekonomi, memang merupakan suatu daerah yang penting sebagai penghubung antara pusat- pusat perdagangan yang terdapat dikepulauan Indonesia, India, Cina dan Arab. Mata uang dirham dari samudra Pasai pernah diteliti oleh H.K.J Cowan untuk menunjukkan bukti- bukti raja kerajaan Pasai.
Samudra Pasai memainkan peranan didalam perkembangan Islam di Jawa dan Sulawesi pada tahun 797 H/ 1395 M yaitu dimasa pemerintahan Sultan Zainal Abidin, salah seorang cucu Ali bin Abi Thalib.[1] Ada beberapa raja yang pernah memerintah Samudera Pasai, antara lain:
1.      Sultan Malik al Saleh ( 1290 – 1297)
2.      Muhammad Malik az Zahir ( 1297 – 1326
3.       Mahmud Malik az Zahir ( 1326 – 1345)
4.      Mansur Malik az Zahir ( …. – 1346
5.      Ahmad Malik az Zahir ( 1346 – 1383
6.      Zain al Abidin Malik az Zahir ( 1383 – 1405
7.      Nahrasiyah ( 1405 – 1412 )
8.      Sallah ad Din ( 1412 – … )
9.      Abu Zaid Malik az Zahir ( … – 1455
10.  Mahmud Malik az Zahir ( 1455 – 1477 )
11.  Zain al Abidin ( 1477 – 1500 )
12.  Abdullah Malik az Zahir ( 1501 – 1513 )
13.  Zain al Abidin ( 1513 – 1524 )
Kerajaan Samudra Pasai berlangsung sampai tahun 1524 M, kerajaan ini ditaklukkan oleh portugis yang mendudukiya selama tiga tahun kemudian kemudian tahun 1524 M dianeksasi oleh raja Aceh, Ali mughayat Syah selanjutnya Samudra Pasai berada dibawah kerajaan Aceh.
B.     Kerajaan Aceh
Akibat Malaka jatuh ke tangan Portugis, pedagang yang semula berlabuh di pelabuhan Malaka beralih ke pelabuhan milik Aceh. Dengan demikian, Aceh segera berkembang dengan cepat. Anas Machmud  berpendapat bahwa kerajaan Aceh berdiri pada abad ke- 15 M, diatas puing- puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah. Dialah yang mebangun kota Aceh Darussaalam. Menurutnya, pada masa pemerintahannya            Aceh Darussalam mulai mengalami kemajuan dalam bidang perdagangan, karena saudagar- saudagar Muslim yang sebelumnya berdagang dengan Malaka memindahkan kegiatan mereka ke Aceh, setelah malaka dikuasai portugis(1511 M).
            Pusat pemerintahan Kerajaan Aceh ada di Kutaraja (Banda Acah sekarang). Corak pemerintahan di Aceh terdiri atas dua sistem: pemerintahan sipil di bawah kaum bangsawan, disebut golongan teuku; dan pemerintahan atas dasar agama di bawah kaum ulama, disebut golongan tengku atau teungku. Peletak dasar kebesaran kerajaan Aceh adalah sultan Alauddin Riayat Syah yang bergelar Al- Qahar.[2] Dalam menghadapi bala tentara portugis ia menjalin hubungan persahabatan dengan kerajaan usmani di Turki dan Negara- Negara Islam yang lain di Idonesia.
Aceh mengalami kemajuan pesat pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607- 1636). Pada masa pemerintahannya, Aceh mencapai zaman keemasan. Aceh bahkan dapat menguasai Johor, Pahang, Kedah, Perak di Semenanjung Melayu dan Indragiri, Pulau Bintan, dan Nias. Setelah Sultan Iskandar Muda, tidak ada lagi sultan yang mampu mengendalikan Aceh. Aceh mengalami kemunduran di bawah pimpinan Sultan Iskandar Thani (1636- 1641). Dia kemudian digantikan oleh permaisurinya, Putri Sri Alam Permaisuri (1641- 1675). Sejarah mencatat Aceh makin hari makin lemah akibat pertikaian antara golongan teuku dan teungku, serta antara golongan aliran syiah dan sunnah wal jama’ah. Akhirnya, Belanda berhasil menguasai Aceh pada tahun 1904.
C.    Kerajaan Demak
Awal Perkembangan Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Demak sebelumnya merupakan daerah bawahan dari Majapahit. Daerah ini diberikan kepada Raden Patah, keturunan Raja Majapahit yang terakhir. Ketika kekuasaan kerajaan Majapahit melemah, Raden Patah memisahkan diri sebagai bawahan Majapahit pada tahun 1478 M. Dengan dukungan dari para bupati, Raden Patah mendirikan kerajaan Islam Demak dengan gelar Senopati Jimbung Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Sejak saat itu, kerajaan Demak berkembang menjadi kerajaan maritim yang kuat. Wilayahnya cukup luas, hampir meliputi sepanjang pantai utara Pulau Jawa. Sementara itu, daerah pengaruhnya sampai ke luar Jawa, seperti ke Palembang, Jambi, Banjar, dan Maluku.
 Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan
            Pada tahun 1507 M, Raja Demak pertama, Raden Patah digantikan oleh putranya Pati Unus. Pada masa pemerintahan Pati Unus, Demak dan Portugis bermusuhan, sehingga sepanjang pemerintahannya, Pati Unus hanya memperkuat pertahanan lautnya, dengan maksud agar Portugis tidak masuk ke Jawa. Setelah mangkat pada tahun 1521, Pati unus digantikan oleh adiknya Trenggono. Setelah naik takhta, Sultan Trenggana melakukan usaha besar membendung masuknya portugis ke Jawa Barat dan memperluas kekuasaan Kerajaan Demak. Beliau mengutus Faletehan beserta pasukannya untuk menduduki Jawa Barat. Dengan semangat juang yang tinggi, Faletehan berhasil menguasai Banten dan Sunda Kelapa lalu menyusul Cirebon. Dengan demikian, seluruh pantai utara Jawa akhirnya tunduk kepada pemerintahan Demak. Faletehan kemudian diangkat menjadi raja di Cirebon. Pasukan demak terus bergerak ke daerah pedalaman dan berhasil menundukkan Pajang dan Mataram, serta Madura. Untuk memperkuat kedudukannya, Sultan Trenggana melakukan perkawinan politik dengan Bupati Madura, yakni mengawinkan Putri Sultan Trenggana dengan Putra Bupati Madura, Jaka Tingkir. Sultan Trenggana mangkat pada tahun 1546 M.
Aspek Kehidupan Sosial dan Budaya
Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Demak telah berjalan teratur. Pemerintahan diatur dengan hukum Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama begitu saja. Hasil kebudayaan Demak merupakan kebudayaan yang berkaitan dengan Islam. Seperti ukir-ukiran Islam dan berdirinya Masjid Agung Demak yang masih berdiri sampai sekarang. Masjid Agung tersebut merupakan lambang kebesaran Demak sebagai kerajaan Islam.
Aspek Kehidupan Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, Demak berperan penting karena mempunyai daerah pertanian yang cukup luas dan sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras. Selain itu, perdagangannya juga maju. Komoditas yang diekspor, antara lain beras, madu, dan lilin.
Keruntuhan Kerajaan Demak
            Keruntuhan Kerajaan Demak disebabkan karena pembalasan dendam yang dilakukan oleh Ratu Kalinyamat yang bekerja sama dengan Bupati Pajang, Hadiwijaya (Jaka Tingkir). Mereka berdua ingin menyingkirkan Aria Penansang sebagai pemimpin Kerajaan Demak karena Aria Penansang telah membunuh suami dan adik suami dari Ratu Kalinyamat. Dengan tipu daya yang tepat mereka berhasil meruntuhkan pemerintahan dari Bupati Jipang yang tidak lain adalah Aria Penansang. Aria Penansang sendiri berhasil dibunuh Sutawijaya. Sejak saat itu pemerintahan Demak pindah ke Pajang dan berakhirlah kekuasaan  Kerajaan Demak.
D.    Kerajaan Mataram
           Sutawijaya yang mendapat limpahan Kerajaan Pajang dari Sutan Benowo kemudian memindahkan pusat pemerintahan ke daerah kekuasaan ayahnya, Ki Ageng Pemanahan, di Mataram. Sutawijaya kemudian menjadi raja Kerajaan Mataram dengan gelar Panembahan Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama. Pemerintahan Panembahan Senopati (1586-1601) tidak berjalan dengan mulus karena diwarnai oleh pemberontakan-pemberontakan. Kerajaan yang berpusat di Kotagede (sebelah tenggara kota Yogyakarta sekarang) ini selalu terjadi perang untuk menundukkan para bupati yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Mataram, seperti Bupati Ponorogo, Madiun, Kediri, Pasuruan bahkan Demak. Namun, semua daerah itu dapat ditundukkan. Daerah yang terakhir dikuasainya ialah Surabaya dengan bantuan Sunan Giri. Setelah Senopati wafat, putranya Mas Jolang (1601-1613) naik tahta dan bergelar Sultan Anyakrawati. Dia berhasil menguasai Kertosono, Kediri, dan Mojoagung. Ia wafat dalam pertempuran di daerah Krapyak sehingga kemudian dikenal dengan Pangeran Sedo Krapyak.
           Mas Jolang kemudian digantikan oleh Mas Rangsang (1613-1645). Raja Mataram yang bergelar Sultan Agung Senopati ing Alogo Ngabdurracham ini kemudian lebih dikenal dengan nama Sultan Agung. Pada masa pemerintahannya, Mataram mencapai masa keemasan. Pusat pemerintahan dipindahkan ke Plered. Wilayah kekuasaannya meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Jawa Barat. Sultan Agung bercita-cita mempersatukan Jawa. Karena merasa sebagai penerus Kerajaan Demak, Sultan Agung menganggap Banten adalah bagian dari Kerajaan Mataram. Namun, Banten tidak mau tunduk kepada Mataram. Sultan Agung kemudian berniat untuk merebut Banten. Namun, niatnya itu terhambat karena ada VOC yang menguasai Sunda Kelapa. VOC juga tidak menyukai Mataram. Akibatnya, Sultan Agung harus berhadapan dulu dengan VOC. Sultan Agung dua kali berusaha menyerang VOC: tahun 1628 dan 1629. Penyerangan tersebut tidak berhasil, tetapi dapat membendung pengaruh VOC di Jawa.
Sultan Agung wafat pada tahun 1645 dan digantikan oleh Amangkurat I (1645-1677). Amangkurat I menjalin hubungan dengan Belanda.
Amangkurat I kemudian digantikan oleh Amangkurat II (1677-1703). Pada masa pemerintahannya, wilayah Kerajaan Mataram makin menyempit karena diambil oleh Belanda. Setelah Amangkurat II, raja-raja yang memerintah Mataram sudah tidak lagi berkuasa penuh karena pengaruh Belanda yang sangat kuat. Bahkan pada tahun 1755, Mataram terpecah menjadi dua akibat Perjanjian Giyanti. Ngayogyakarta Hadiningrat (Kesultanan Yogyakarta) yang berpusat di Yogyakarta dengan raja Mangkubumi yang bergelar Hamengku Buwono I dan Kesuhunan Surakarta yang berpusat di Surakarta dengan raja Susuhunan Pakubuwono III. Dengan demikian, berakhirlah Kerajaan Mataram.
Kehidupan sosial ekonomi Mataram cukup maju. Sebagai kerajaan besar, Mataram maju hampir dalam segala bidang, pertanian, agama, budaya. Pada zaman Kerajaan Majapahit, muncul kebudayaan Kejawen, gabungan antara kebudayaan asli Jawa, Hindu, Buddha, dan Islam, misalnya upacara Grebeg, Sekaten. Karya kesusastraan yang terkenal adalah Sastra Gading karya Sultan Agung. Pada tahun 1633, Sultan Agung mengganti perhitungan tahun Hindu yang berdasarkan perhitungan matahari dengan tahun Islam yang berdasarkan perhitungan bulan.
E.     Kerajaan Makassar
 Awal Perkembangan Kerajaan Makassar
Di Sulawesi Selatan pada awal abad ke-16 terdapat banyak kerajaan, tetapi yang terkenal adalah Gowa, Tallo, bone, Wajo, Soppeng, dan Luwu. Berkat dakwah dari Datuk ri Bandang dan Sulaeman dari Minangkabau, akhirnya Raja Gowa dan Tallo masuk Islam (1605) dan rakyat pun segera mengikutinya.
Kerajaan Gowa dan Tallo akhirnya dapat menguasai kerajaan lainnya. Dua kerajaan itu lazim disebut Kerajaan Makassar. Dari Makasar, agama Islam menyebar ke berbagai daerah sampai ke Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Makassar merupakan salah satu kerajaan Islam yang ramai akan pelabuhannya. Hal ini, karena letaknya di tengah-tengah antara Maluku, Jawa, Kalimantan, Sumatera, dan Malaka.
 Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Kerajaan Makassar mula-mula diperintah oleh Sultan Alauddin (1591-1639 M). Raja berikutnya adalah Muhammad Said (1639-1653 M) dan dilanjutan oleh putranya, Hasanuddin (1654-1660 M). Sultan Hasanuddin berhasil memperluas daerah kekuasaannya dengan menundukkan kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi Selatan, termasuk Kerajaan Bone.
VOC setelah mengetahui Pelabuhan Makassar, yaitu Sombaopu cukup ramai dan banyak menghasilkan beras, mulai mengirimkan utusan untuk membuka hubungan dagang. Setelah sering datang ke Makassar, VOC mulai membujuk Sultan Hasanuddin untuk bersama-sama menyerbu Banda (pusat rempah-rempah). Namun, bujukan VOC itu ditolak.
Setelah peristiwa itu, antara Makassar dan VOC mulai terjadi konflik. Terlebih lagi setelah insiden penipuan tahun 1616. Pada saat itu para pembesar Makassar diundang untuk suatu perjamuan di atas kapal VOC, tetapi nyatanya malahan dilucuti dan terjadilah perkelahian yang menimbulkan banyak korban di pihak Makassar. Keadaan meruncing sehingga pecah perang terbuka. Dalam peperangan tersebut, VOC sering mengalami kesulitan dalam menundukkan Makassar. Oleh karena itu, VOC memperalat Aru Palakka (Raja Bone) yang ingin lepas dari kerajaan Makassar dan menjadi kerajaan merdeka.
Aspek Kehidupan Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan
Kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan maritim. Hasil perekonomian terutama diperoleh dari hasil pelayaran dan perdagangan. Pelabuhan Sombaupu ( Makassar ) banyak didatangi kapal-kapal dagang sehingga menjadi pelabuhan transit yang sangat ramai. Dengan demikian, masyarakatnya hidup aman dan makmur.
Dalam menjalankan pemerintahannya, Raja dibantu oleh Bate Salapanga (Majelis Sembilan) yang diawasi oleh seorang paccalaya (hakim). Sesudah sultan, jabatan tertinggi dibawahnya adalah pabbicarabutta (mangkubumi) yang dibantu oleh tumailang matoa dan malolo. Panglima tertinggi disebut anrong guru lompona tumakjannangan. Bendahara kerajaan disebut opu bali raten yang juga bertugas mengurus perdagangan dan hubungan luar negeri. Pejabat bidang keagamaan dijabat oleh kadhi yang dibantu imam, khatib, dan bilal.
Hasil kebudayaan yang cukup menonjol dari Kerajaan Makassar adalah keahlian masyarakatnya membuat perahu layar yang disebut pinisi dan lambo.
 Kemunduran Kerajaan Makassar
Kemunduran Kerajaan Makassar disebabkan karena permusuhannya dengan VOC yang berlangsung sangat lama. Ditambah dengan taktik VOC yang memperalat Aru Palakka ( Raja Bone) untuk mengalahkan Makassar. Kebetulan saat itu Kerajaan Makassar sedang bermusuhan dengan Kerajaan Bone sehingga Raja Bone setuju bekerja sama dengan VOC.
F.     Kerajaan Ternate
Awal Perkembangan Kerajaan Ternate
Pada abad ke-13 di Maluku sudah berdiri Kerajaan Ternate. Ibu kota Kerajaan Ternate terletak di Sampalu (Pulau Ternate). Selain Kerajaan Ternate, di Maluku juga telah berdiri kerajaan lain, seperti Jaelolo, Tidore, Bacan, dan Obi. Di antara kerajaan di Maluku, Kerajaan Ternate yang paling maju. Kerajaan Ternate banyak dikunjungi oleh pedagang, baik dari Nusantara maupun pedagang asing.
 Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Raja Ternate yang pertama adalah Sultan Marhum (1465-1495 M). Raja berikutnya adalah putranya, Zainal Abidin. Pada masa pemerintahannya, Zainal Abidin giat menyebarkan agama Islam ke pulau-pulau di sekitarnya, bahkan sampai ke Filiphina Selatan. Zainal Abidin memerintah hingga tahun 1500 M. Setelah mangkat, pemerintahan di Ternate berturut-turut dipegang oleh Sultan Sirullah, Sultan Hairun, dan Sultan Baabullah. Pada masa pemerintahan Sultan Baabullah, Kerajaan Ternate mengalami puncak kejayaannya. Wilayah kerajaan Ternate meliputi Mindanao, seluruh kepulauan di Maluku, Papua, dan Timor. Bersamaan dengan itu, agama Islam juga tersebar sangat luas.
Aspek Kehidupan Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan
Perdagangan dan pelayaran mengalami perkembangan yang pesat sehingga pada abad ke-15 telah menjadi kerajaan penting di Maluku. Para pedagang asing datang ke Ternate menjual barang perhiasan, pakaian, dan beras untuk ditukarkan dengan rempah-rempah. Ramainya perdagangan memberikan keuntungan besar bagi perkembangan Kerajaan Ternate sehingga dapat membangun laut yang cukup kuat.
Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Ternate dalam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Hairun dari Ternate dengan De Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an. Hasil kebudayaan yang cukup menonjol dari kerajaan Ternate adalah keahlian masyarakatnya membuat kapal, seperti kapal kora-kora.
Kemunduran Kerajaan Ternate
Kemunduran Kerajaan Ternate disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Tidore yang dilakukan oleh bangsa asing ( Portugis dan Spanyol ) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.
G.    Kerajaan Tidore
Kerajaan tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja Ternate dan Tidore, Raja Ternate pertama adalah Muhammad Naqal yang naik tahta pada tahun 1081 M. Baru pada tahun 1471 M, agama Islam masuk di kerajaan Tidore yang dibawa oleh Ciriliyah, Raja Tidore yang kesembilan. Ciriliyah atau Sultan Jamaluddin bersedia masuk Islam berkat dakwah Syekh Mansur dari Arab.
Raja Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang cerdik, berani, ulet, dan waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik oleh Portugis, Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Seram, Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, dan Papua. Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Zainal Abidin. Ia juga giat menentang Belanda yang berniat menjajah kembali.
Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Nuku dari Tidore dengan De Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an.
Kerajaan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti di daerah Maluku. Sebagai penghasil rempah-rempah, kerajaan Tidore banyak didatangi oleh Bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa yang datang ke Maluku, antara lain Portugis, Spanyol, dan Belanda.
Kemunduran Kerajaan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing ( Spanyol dan Portugis ) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat







BAB III
PENUTUP
            Kemunculannya sebagai kerajaan islam diperkirakan pada abad 13 M, sebagai hasil dari proses islamisasi daerah- daerah –pantai yang pernah disinggahi pedagang- pedagang muslim sejak abad ke 7M. Bukti berdirinya kerajaan Samudra Pasai pada abad ke 13 M itu didukung oleh adanya nisan kubur terbuat dari granit asal samudra pasai.
Anas Machmud  berpendapat bahwa kerajaan Aceh berdiri pada abad ke- 15 M, diatas puing- puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah. Dialah yang mebangun kota Aceh Darussaalam. Menurutnya, pada masa pemerintahannya                                          Aceh Darussalam mulai mengalami kemajuan dalam bidang perdagangan, karena saudagar- saudagar Muslim yang sebelumnya berdagang dengan Malaka memindahkan kegiatan mereka ke Aceh, setelah malaka dikuasai portugis(1511 M).
            Ketika kekuasaan kerajaan Majapahit melemah, Raden Patah memisahkan diri sebagai bawahan Majapahit pada tahun 1478 M. Dengan dukungan dari para bupati, Raden Patah mendirikan kerajaan Islam Demak dengan gelar Senopati Jimbung Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.
            Sutawijaya yang mendapat limpahan Kerajaan Pajang dari Sutan Benowo kemudian memindahkan pusat pemerintahan ke daerah kekuasaan ayahnya, Ki Ageng Pemanahan, di Mataram. Sutawijaya kemudian menjadi raja Kerajaan Mataram dengan gelar Panembahan Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama.
Berkat dakwah dari Datuk ri Bandang dan Sulaeman dari Minangkabau, akhirnya Raja Gowa dan Tallo masuk Islam (1605) dan rakyat pun segera mengikutinya. Kerajaan Gowa dan Tallo akhirnya dapat menguasai kerajaan lainnya. Dua kerajaan itu lazim disebut Kerajaan Makassar. Dari Makasar, agama Islam menyebar ke berbagai daerah sampai ke Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Baru pada tahun 1471 M, agama Islam masuk di kerajaan Tidore yang dibawa oleh Ciriliyah, Raja Tidore yang kesembilan. Ciriliyah atau Sultan Jamaluddin bersedia masuk Islam berkat dakwah Syekh Mansur dari Arab. Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Ternate dalam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Hairun dari Ternate dengan De Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an.


[1] Muhammad Syamsu,Ulama Pembawa Islaam di Indonesia (Jakarta: PT.Lentera Basistrama,1999),h.,9.
[2]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2008), h.,209.