Minggu, 30 Juni 2013

Identifikasi kasus



Tugas  :

FINAL KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA


stain-kendari.gif






OLEH
HARDANIA
10030101012

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SULTAN QAIMUDDIN KENDARI
2013





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Konflik merupakan gejala ilmiah dan tidak dapat dielakkan dalam kehidupan sosial, namun konflik tidak harus berkepanjangan. Motivasi untuk mengakhiri konflik bisa karena lelah atau bosan dan karena adanya keinginan untuk mencurahkan tenaganya ke hal-hal lain. Simmel dalam Doyle Paul Johnson (1986) menganalisa beberapa bentuk atau cara untuk mengakhiri konflik termasuk menghilangkan dasar konflik dari tindakan-tindakan mereka yang sedang berkonflik, kemenangan pihak yang satu dan kekalahan pihak yang lain, kompromi, perdamaian dan ketidakmungkinan untuk berdamai
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kehidupn sehari- hari kita tidak dapat menghindari terjadinya suatu konflik. Konflik bisa saja terjadi pada siapapun dan dengan siapa saja, baik dengan lingkungan social masyarakat, sesama suku, sesama teman bahkan dengan keluarga sekalipun. Berbagai perbedaan yang dimiliki dapat menjadi pemicu terjadinya konfli, berbeda cara berfikir, berbeda budaya, berbeda agama, berbeda kelompok, dan lain sebagainya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana deskripsi konflik komunikasi antar budaya?
2.      Apa penyebab terjadinya konflik?
3.      Solusi apa yang sebaiknya dilakukan?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Deskripsi Kasus
Pertikaian Pemuda kelurahan Gunung Jati dan Kelurahan Jati Mekar,Kota Kendari
Pertikaian antar pemuda kelurahan gunung jati kecamatan kendari, kota kendari, Sulawesi tenggara (Sultra) sejak beberapa bulan terakhir, hingga saat ini tak kunjung berakhir. Sejumlah rumah penduduk setempat, barang berharga berupa sepeda motor serta warga yang tidak tahu menahu persoalan itu, menjadi korban kebrutalan atas insiden dua kelompok pemuda yang bertikai. Meski demikian, tak satupun pelaku yang ditangkap, di proses secara hukum hingga diadili demi penegakan hukum yang menjadi panglima tertinggi di negeri ini.
Salah seorang Legislator di Lembaga Legislatif DPRD Provinsi sulawesi tenggara, La Pili mengungkapkan, pertikaian warga gunung jati bisa direda dan teratasi jika aparat kepolisian lebih tegas dalam mengambil sikap dengan menindak tegas, tidak hanya dengan persuasive.Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera itu juga mengungkapkan, hal ini juga diharapkan peran para tokoh masyarakat dalam mendamaikan warga setempat, karna jika tidak dari warga gunung jati sendiri yang dapat meredah, maka takan selesai pertikaian itu.
Jika hal itu juga belum menemui titik temu dalam menyelesaikan konflik antar pemuda itu kata La Pili, maka semua warga setempat kembali tradisi muna dengan menggunakan filsafat Muna yang dianut para leluhur di kala itu, yakni Poangka-angka tao, Pomasi-masigho, dan popia-piara yang berartikan saling berangkulan, saling menyayangi dan saling menjaga satu sama lain sehingga tidak mudah terprovokasi dan tidak mudah tergoyahkan hanya karena ulah oknum tertentu yang sengaja merusak daerah serta adat dan budaya masyarakat Muna.
Langkah penyelesaian pertikaian pemuda warga masyarakat gunung jati, sebelumnya telah dilakukan dalam bentuk penandatanganan perdamaian yang disaksikan langsung Wakil Walikota Kendari, Musaddar Mappasomba, Kapolres Kota Kendari, AKBP.Yuyun Yudhantara serta Dandim 1417 Kendari Letkol.Inf.Djoko S.Pran.
Namun kesepakatan itu  hanyalah slogan semata, karna terbukti sampai saat ini masih saja terjadi pertikaian baik siang maupun di malam hari, dan bahkan aksi kekerasan dengan menggunakan senjata tajam yang dilakukan sekelompok pemuda, dipertontonkan di hadapan aparat penegak hukum.
B.     Penyebab Konflik
Menurut penulis, merujuk kepada materi komunikasi antar budaya yang dipelajari dalam perkuliahan, penyebab terjadinya konflik antar dua kelurahan itu akibat kurang efektifnya komunikasi yang terjadi antara dua kelurahan tersebut. Padaha jika merujuk pada suku kedua kelurahan yang mayoritas muna, seharusnya konflik tersebut tidak terjadi. Namun nampaknya kedua kelurahan tersebut telah memiliki kedekatan terhadap kelompoknya masing- masing sehingga dapat menimbulkan konflik antara kedua belah pihak.
Hal ini juga menunjukkan bahwa antara kelompok social warga kelurahan Gunung Jati dan Kelurahan Jati Mekar telah terjadi miscomunication sehingga kedua belah pihak yang bertikai tidak dapat melakukan suatu tindakan penyelesaian masalah secara damai sehingga berbuntut pada pemerasan dan pemukulan yang kemudian berkembang pada konflik antar dua kelurahan yang juga melibatkan serta merugikan pihak lain. Ketidak effektifnya proses komunikasi antar dua kelurahan ini merupakan suatu sumber dari  konflik yang terjadi antara kedua kelurahan. Sehingga fungsi komunikasi interpersonal yang efektif yaitu membentuk serta menjaga hubungan baik antar individu, menyampaikan pengetahuan, mengubah sikap dan perilaku, pemecahan masalah hubungan antar pribadi dan citra diri menjadi lebih baik tidak dapat tercapai. Selain itu, rasa solidaritas yang tinggi serta kedekatan terhadap sesama warga yang berada satu kelurahan menyebabkan warga tidak rela bila ada salah seorang warganya disakiti atau dianiaya oleh warga lain.
Tidak berhasilnya komunikasi antara dua kelurahan ini menyebabkan komunikasi yang ereka lakukan tidak memenuhi fungsinya.
Menurut Mulyana( 2007) agar komunikasi kita berhasil, bahasa harus memenuhi tiga fungsi yaitu: untuk mengenal dunia disekitar kita; berhubungan dengan orang lain; dan untuk menciptakan koherensi dalam hidup kita. Fungsi bahasa kedua adalah sebagai sarana untuk berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini berkaitan dengan fungsi komunikasi khususnya fungsi sosial dan fungsi instrumental. Melaui bahasa kita dapat mengandalikan lingkungan kita, termasuk orang-orang disekitar kita. Kemampuan orang lain dengan orang lain tidak hanya tergantung pada bahasa yang sama, namun juga pengalaman yang sama dan makna yang sam dalam kata-kata yang kita sampaikan. Sedangkan fungsi ketiga memungkinkan kita untuk hidup lebih teratur, saling memahami diantara kita, baik kepercayaan maupun tujuan-tujuan kita.
            Ini juga merupakan dampak dari Etnosentrisme sehingga banyak warga yang semakin terlibat dalam konflik tersebut. Menurut The Random House Dictionary etnosentrisme adalah kepercayaan pada superioritas kelompok atau budayanya sendiri, etnosentrisme cenderung menganggap rendah orang-orang yang dianggap asing dan memandang atau mengukur budayanya dan membandingkan dengan budaya asing. Karena etnosentrisme biasanya dipelajari pada tingkat ketidaksadaran dan diwujudkan pada tingkat kesadaran, sehingga sulit untuk melacak asal usulnya. Bahayanya penilian itu sering kali salah, semena-mena dan tidak berdasar sama sekali.
C.    Solusi Penyelesaian Konflik
Jika dilihat dari penyebab utama terjadinya konflik antara kedua belah pihak yaitu tidak terciptanya komunikasi yang efektif antara kedua kelurahan, maka langkah yang dapat di tempuh yaitu dengan memvasilitasi untuk mempertemukan dua kelurahan yang berkonflik, untuk kemudian mereka tidak hanya sampai disitu, melihat pertikaian yang sering terjadi antara kedua kelurahan maka akan membutuhkan waktu untuk kemudia pemerinth di daerah setempat berusaha untuk menciptakan komunikasi yang efektif antara kedua kelurahan masing- masing, sehingga kedepannya tidak terulang kembali peristiwa yang sama. Menciptakan komunikasi yang efektif ini dapat dilakukan dengan menciptakan suatu sikap positif dari masing- masing kelurahan. Devito (1997:259-264) mengemukakan lima sikap positif yang perlu dipertimbangkan ketika seseorang merencanakan komunikasi interpersonal. Lima sikap positif tersebut, meliputi:
a.)    Keterbukaan (openness)
Keterbukaan ialah sikap dapat menerima masukan dari orang lain, serta berkenaan menyampaikan informasi penting kepada orang lain. Dalam proses komunikasi interpersonal, keterbukaan menjadi salah satu sikap positif. Hal ini disebabkan, dengan keterbukaan, maka komunikasi interpersonal akan berlangsung secara adil, transparan, dua arah, dan dapat diterima oleh semua pihak yang berkomunikasi.
b.)    Empati (empathy)
Empati ialah kemampuan seseorang untuk merasakan kalau seandainya menjadi orang lain, dapat memahami sesuatu yang sedang dialami orang lain, dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain, dan dapat memahami sesuatu persoalan dari sudut pandang orang lain, melalui kaca mata orang lain.
c.)    Sikap mendukung (supportiveness)
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan di mana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Artinya masing-masing pihak yang berkomunikasi memiliki komitmen untuk mendukung terselenggaranya interaksi secara terbuka.
d.)   Sikap positif (positiveness)
Sikap positif (positiveness) ditunjukkan dalam bentuk sikap dan perilaku. Sikap positif dapat ditunjukkan dengan berbagai macam perilaku dan sikap, antara lain:
Ø  Menghargai orang lain
Ø  Berfikiran positif terhadap orang lain
Ø  Tidak menaruh curiga secara berlebihan
Ø  Meyakini pentingnya orang lain
Ø  Memberikan pujian dan penghargaan
Ø  Komitmen menjalin kerjasama
e.)    Kesetaraan (equality)
Kesetaraan (equality) ialah pengakuan bahwa kedua belah pihak memiliki kepentingan, kedua belah pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan saling memerlukan. Indicator kesetaraan meliputi:
Ø  Menempatkan diri setara dengan orang lain
Ø  Menyadari akan adanya kepentingan yang berbeda
Ø  Mengakui pentingnya kehadiran orang lain
Ø  Tidak memaksa kehendak
Ø  Komunikasi dua arah
Ø  Saling memerlukan
Ø  Suasana komunikasi akrab dan nyaman
 Selain itu, salah satu cara yang juga dapat ditempuh dengan segera kepada masyarkat yang tengah berkonflik yaitu dengan sikap tegas para penegak hukum (polisi) untuk kemudian mengamankan orang- orang yang berkonflik dan yang melakukan tindakan provokasi sehingga konflik tidak semakin berlarut- larut.
Ada 5 urutan cara penyelesaian konflik yang lazim digunakan yaitu :
1.      Konsiliasi atau Perdamaian, yaitu suatu cara untuk mempertemukan pihak-pihak yang beselisih guna mencapai persetujuan bersama untuk berdamai.
2.      Mediasi (Mediatio), yaitu suatu cara untuk menyelesaikan pertikaian dengan menggunakan seorang pengantar (mediator) yang fungsinya hampir sama dengan konsiliator.
3.      Arbitrasi (Arbitrium), artinya melalui pengadilan dengan seorang hakim (arbiter) sebagai pengambil keputusan. Keputusan arbiter ini mengikat kedua pihak yang bersengketa, artinya keputusan seorang hakim harus ditaati.
4.      Paksaan (Coersion), ialah suatu cara menyelesaikan pertikaian dengan menggunakan paksaan fisik atau psikologis. Bila paksaan psikologis tidak berhasil, dipakailah paksaan fisik.
5.      Detente (Mengendorkan), ialah mengurangi hubungan tegang antara dua pihak yang bertikai. Cara ini hanya merupakan persiapan untuk mengadakan pendekatan dalam rangka pembicaraan tentang langkah-langkah mencapai perdamaian (Hendro Puspito O.C., 1989:250).
Hal yang tidak kalah penting untuk dilakukan adalah meminimalisir etnosentis pada masing- masing warga kelurahan Gunung Jati dan Jati Raya.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari kasus ini bahwa teradinya konflik antara kelurahan Gunung Jati dan Kelurahan Jati Mekar adalah disebabkan kurang efektifnya komunikasi antar personal yang dimiliki oleh masing- masing wara terhadap kelurahan yang lain.
Cara yang dapatdilakukan untuk menghentikan konflik yaitu dengan mengupayakan terjadinya dialog yang efektif antara dua pihak yang bertikai dan kedepannya pemerintah kedua kelurahan membangun hubungan dengan komunikasi yang lebih efektif serta yang tidak kalah pentingnya mengurangi tingkan etnosentris pada masing- masing warga kelurahan.
B.     Saran
Hendaknya setiap kelompok masyarakat menjalin hubungan yang baik dengan warga yang lain meskipun tidak sekelurahan karena sebagai makhluk sosil tentubnya akan selalu membutuhkan bantuan dari orang lain.






Daftar Rujukan:.
http://ennybarry.blogspot.com/2011/04/komunikasi-antar-budaya-memahami_25.html


D.

1 komentar:

  1. “Dua kabupaten itu sangat berpotensi terjadi kerawanan sosial karena pengamanan di dua wilayah kabupaten tersebut hanya ditangani satu Polres,” kata Kapolda Sultra, Brigjen Pol Arkian Lubis di Kendari, Kamis (30/7).

    Dua Wilayah di Kabupetan Sulawesi Tenggara Rawan Terjadi Konflik

    BalasHapus